بسم الله الرحمن الرحيم
Sebenarnya sudah banyak yang membahas penggunaan dana LPDP ini, banyak suara dan banyak ide yang bisa kita baca dan dengar dari buuaaanyak ahli, tapi boleh dong saya bilang apa yang saya rasa juga, iya dong, iya kan, boleh sih, iya nggak?
Menurut saya, semakin ke sini, penerima beasiswa LPDP terutama yang studi ke luar negeri harus semakin selektif. Setelah sudah sekian tahun dana LPDP ini digelontorkan, saatnya meraih tujuan yang lebih spesifik.
Beberapa masalah yang pernah kita dengar dari lulusan LPDP ini antara lain adalah mengenai tidak adanya pekerjaan ketika kembali ke tanah air, selain itu biaya sekolah ke luar negeri itu luar biasa tinggi, padahal dana itu bisa kita alihkan sebagian pada kebutuhan yang lebih penting misalnya pembangunan ibukota baru Nusantara riset dalam negeri.
Beberapa perubahan yang saya pikir penting kita lakukan adalah:
Satu, lebih selektifnya penerima beasiswa ini, akan lebih baik jika penerima beasiswa ini adalah orang-orang yang “penting” di dalam negeri: dosen-dosen perguruan tinggi, karyawan-karyawan perusahaan yang sudah punya posisi strategis di dalam negeri, bukan orang-orang yang nggak tahu harus ngapain dan akhirnya memutuskan untuk kuliah saja seperti saya, orang terakhir ini memiliki kecenderungan untuk tidak kembali ke tanah air lebih tinggi.
Penggunaan dana LPDP untuk mengirim pemuda-pemudi Indonesia ke luar negeri dikurangi, dan dialihkan ke riset dalam negeri, tidak hanya untuk pembiayaan studi mahasiswa seperti yang selama ini sudah dilakukan, namun juga untuk pembiayaan riset itu sendiri.
Sudah saatnya dana yang ada digunakan untuk menarik talenta talenta dalam dan luar negeri ke dalam negeri, seperti halnya GKS, Monbusho, Fulbright, dan beasiswa-beasiswa lainnya. Ketika luaran riset itu berupa paper, maka afiliasi dalam negeri lah yang terangkat bukan institusi luar negeri yang dapat nama padahal kita yang keluar uang banyak. Bukankah kita orang-orang yang lebih suka mengejar ranking dunia daripada esensi melakukan riset itu sendiri?
Setuju kah kamu?